Friday, May 17, 2019

Sahabat Lama


Sudah beberapa minggu ini aku diterpa kegalauan. Dihadapkan dua pilihan yang sulit sekali rasanya memutuskan. Saat hati condong ke A, setan berbisik-bisik dan bilang 'enggak, lebih baik yang B' dan saat hati condong ke B, setan kembali lagi mengacak-acak pikiranku.
Berkali-kali mencoba bangkit menemukan apa yang harusnya menjadi genggamanku. Hampa. Hanya itu yang bisa ku deskripsikan. Rasanya seolah ada sesuatu yang sangat penting terambil dari relung jiwaku. Aku terseok-seok menapaki puzzle demi puzzle. Tapi tak kunjung ku temukan.
Hari berlalu. Sampailah pada keputusan final. Hati sudah habis teraduk-aduk. Pertanyaan "apakah ini jalan yang benar untuk ku pilih?" sudah tidak berlaku lagi. Kebimbangan dan pertimbangan telah mencapai puncaknya.
Menilik kembali kenyataan. Hari-hari yang menerpa itu banyak sekali memberi pelajaran. Saat menghadapinya kalut sekali rasanya. Hal-hal lain bercampur dalam pikiran. Dan akhirnya saat semua sudah tenang, datanglah ia. Sahabat lama yang sudah lama tak bersua. Em, tunggu. Bukan dia yang lama tak bersua, tapi aku. Secara perlahan aku jaga jarak darinya. Sedikit demi sedikit terbentanglah jarak yang begitu jauh antara aku dan dia. Sungguh. Maafkan aku.
Namun bagusnya, beberapa hari terakhir ini aku sudah berusaha menghubungi dia. Ku lakukan berbagai cara agar aku bisa berbincang dengannya lagi seperti dahulu kala. Karena tanpa dia hatiku hampa tak karuan.
Setelah berakhir semua kegalauan itu, aku ingin kembali membersamai dia. Mungkin dia lah muara yang nyaman untukku. Atau dia lah solusi yang telah lama ku abaikan.
Sampai akhirnya, di suatu sore yang tenang, ia menyapaku. Tidak, tidak. Aku lah yang menyapa dia. Berusaha melambaikan tangan dan memanggil namanya. Sampai tak terasa aku sudah bercakap-cakap cukup lama dengannya. Sungguh. Aku rindu dia. Maafkan aku yang telah ingkar. Kataku dulu aku akan menjadikanmu sahabat sejatiku.

Tapi apalah itu. Malah aku yang meninggalkanmu. Maaf, sekali. 
Emm, tapi kamu masih mau kan jadi teman aku lagi?


Ngomong-ngomong, maukah kalian ku perkenalkan siapa dia? 
Dia adalah Al-Qur'an.



Ditulis sekitar 1 bulan yg lalu.
Publish 17/5/2019

Friday, December 28, 2018

Membersihkan Hati

Ada secuplik kisah nyata yang aku saksikan beberapa bulan ini.Tentang seorang manusia yang berusaha  mencoba menemukan Rabb-Nya dengan hijrahnya menuju sebuah kota lain di belahan muka bumi ini. Perjalanannya ia lakukan selama awal Ramadhan kemarin hingga satu minggu setelah hari raya. Cukup lama, untuk ukuran seorang pemuda yang jarang keluar rumah, terlebih keluar kota seorang diri. Sebenarnya, usianya sudah cukup matang untuk bepergian sejauh itu, namun karena kebiasaan sejak kecil dan fase hidup yang tetap di zona nyaman,memaksanya berkutat dalam kehidupan yang begitu-begitu saja.
Hingga suatu hari, tak tahu petir darimana yang menyambar, ia menyampaikan maksud kepada kedua orangtuanya untuk safar ke kota lain selama bulan Ramadhan kali ini. Awalnya sedikit ragu, karena takut akan terjadi apa-apa selama disana. Tapi mengingat ia sudah cukup dewasa untuk berada di dunia luar, orangtuanya pun mengizinkan. Ia berangkat dengan berbekal niat mengenal Allah lebih dalam dan tentu mengenal dirinya sendiri. Karena seyogyanya, pencarian Rabb Ilahi tak jauh-jauh dari pencarian jati diri.
Satu bulan telah berlalu, banyak hal yang terjadi dalam waktu panjang itu. Meski bagi beberapa orang  mungkin cukup singkat. Tapi baginya, perjalanan itu sangat berharga, terlepas dari berapa lama waktunya. Pernah terjadi kekhawatiran di bulan itu, saat keluarga sudah lost contact dengannya sejak beberapa hari ia menetap disana. Syukurlah, ia tidak apa-apa. Hanya saja handphonenya yang naas diambil orang. Yaa, mungkin Allah  ingin membuatnya lebih focus pada ibadah dan semakin giat mencari ilmu. Disana ia memang menimba banyak ilmu, Karena ia tinggal di masjid yang cukup terkenal. Terkenal dengan kegiatan Ramadhannya yang luar biasa.Kajian ilmu, setiap hari pasti ada. Buka puasa gratis, setiap hari tersedia. Kata dia, orang-orang disana juga ramah-ramah. Tambah ilmu lagi deh, bertemu dengan orang-orang sholeh.
Sepulang dari sana, banyak perubahan yang terlihat oleh mata. Aura postif terpancar darinya dan kualitas ibadahnya meningkat. Ia juga sangat antusias menceritakan pengalamannya itu. Dari cerita bertemu ustadz-ustadz kondang nan ‘alim, hingga kisah-kisah lucu yang menggelitik. Aku senang sekali melihat perubahan itu. Seolah semangat hidupnya yang sejak dulu pudar telah kembali. Aku turut bahagia dia sudah menemukan apa yang selama ini ia cari. Tentu tidak seratus persen, karena itu baru awal dari perubahan-perubahan selanjutnya. Ia harus terus berbenah.
Hari demi hari terlewati.Sudah 2 bulan sejak peristiwa itu. Dan kini aku ingin menceritakan bagaimana ia sekarang. Apakabar ibadah dan perubahan yang ia lakukan itu. Saat ini, ia terlihat biasa-biasa saja (lagi). Mungkin, bekas-bekas semangat hijrah semakin hari semakin hilang. Mindset yang dulu ia tanamkan mungkin sudah mulai terkikis. Tidak, ia tidak sedang malas atau apa. dia hanya sudah berhenti menambah ilmu. Tak pernah aku melihatnya pergi ke kajian ilmu atau melakukan ibadah sunah harian. Memang aku tak pantas menghakiminya. Karena hanya Allah zat yang mengetahui sebenar-benarnya. Dan tak pantas pula untukku mengharapkan ia berubah sebanyak itu.Karena ia juga butuh proses untuk bisa istiqomah.
Aku tak menyayangkan apa yang terjadi sekarang kepadanya. Karena ia tetap lebih baik dari dulu sebelum berhijrah. Banyak sifat dan beberapa hal buruk yang sudah benar-benar ia tinggalkan. Tapi masih banyak pula ilmu yang harus ia tambah.
Itulah perubahan. Tak akan mencapai titik yang lebih baik jika tidak mau menaiki tangga yang lebih tinggi. Dan hati manusia itu kotor. Noda hitamnya terlalu tebal untuk bisa hilang dalam satu kelebatan. Layaknya batu yang terkisis setelah tertetesi air berkali-berkali, hati pun begitu. Satu atau dua kali ikut kajian, tak akan mampu menghilangkan semua noda itu. Proses perbaikan harus dilakukan terus menerus. Biarkan kebaikan-kebaikan masuk ke dalam hati, menyapu sedikit demi sedikit noda-noda itu. Semoga kita senantiasa membersihkan hati, peka terhadap kebaikan dan selalu ingin berubah lebih baik. Setiap hari adalah kesempatan baru untuk menjadi lebih baik. Bersyukurlah masih diberi nafas, karena Allah masih memberi waktuuntuk kita bertobat. Kejar ridho Allah dan terus berdoa agar diberi petunjuk ke jalan yang lurus. Mulailah. Kita bisa, jika kita mau membiasakan.

Thursday, August 9, 2018

Sholawat, yuk!


Pasti kalian sudah pernah mendengar bukan tentang keutamaan bersholawat kepada Nabi? Kalau belum, coba lihat di google. Buanyak banget. Salah satunya hadits tentang keutamaan sholawat ialah:
Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, niscaya Allah menulis baginya sepuluh kebaikan.”  (HR. Ahmad no. 7772, 7773)

MasyaaAllah. Sholawat yang sangat mudah untuk diucapkan dan nggak butuh waktu lama, tapi punya keutamaan yang luar biasa. Coba deh, dalam satu menit saja nih, berapa kali sahabat bisa mengucapkan sholawat? Nggak cuma sekali kan. Bisa 10x lebih. Padahal seperti arti hadits diatas, Allah bakal menulis sepuluh kebaikan sebagai balasan. Selain itu, masih banyak lagi keutamaan keutamaannya. Dan salah satu yang mau aku bahas, keutamaannya adalah sebagai sebab Allah memberikan segala kebutuhan kita atau yang kita inginkan. Pernah mendengar tentang ajaibnya sholawat dalam mempermudah kita memperoleh sesuatu? Iya, Allah tetap yang memberikan rezeki-rezeki itu, tanpa ridho-Nya nggak mungkin kita bisa dapatkan segala yang kita inginkan. Tapi pernah merasakan gimana sholawat menjadikan itu semua lebih mudah? Salah satu kisah yang mungkin cukup terkenal adalah dari Wirda Mansur, beliau sudah sering sekali cerita bagaimana keampuhan sholawat. Katanya, sholawatin setiap hari sebanyak seribu kali sambil mengusap barang yang kita dambakan. Semenjak itu banyak orang yang sudah mencobanya dan MasyaaAllah memang benar adanya.

Nah, aku sendiri juga sudah sering membuktikan, nih. Kebiasaan atau tahap yang aku lakukan kalau kehilangan barang, pertama aku tarik nafas dan mencoba berpikir jernih, lalu atur emosi, istighfar, habis itu dicari dulu, terus mencoba ikhlas. Baru deh sholawatin sebanyak-banyaknya. Dan alhamdulillah, selalu Allah tunjukkin dimana keberadaan barang itu. Simple sih, tapi yakin kalau nggak dari pertolongan Allah kita mampu?
Nah, cerita yang terbaru nih, baru tadi sore. Sebenarnya sudah dari kemarin lusa cari flashdisk yang ketlisut, tapi baru nyolawatin tadi pas disekolah. Karena hari-hari ini baru butuh banget itu flashdisk. Yaudah, bismillah aku berdoa sama Allah biar segera ketemu. Aku sholawatin jam terakhir pas mau pulang. Sekitar jam 2an. Aku sholawat saja terus sampai pulang sekolah. Qodarullah, aku ada urusan sama seseorang tentang uang. Uangnya itu aku taruh ditas bagian depan. Yang dari kemarin udah aku cek apa flashdiskku disana, tapi nggak ada (mungkin nggak teliti sih, hehe). Dan pas aku ambil uang itu, taraaa, flashdiskku disana. Aku langsung mengucap hamdalah dan senyum-senyum sendiri. Lucu, padahal dari kemarin udah disana tapi seakan-akan mataku dibutakan sampai nggak kelihatan kalau sebenarnya ada disitu. Haduh. 

Yaudah, gitu saja sih ceritanya. Maap memang agak nggak bermutu gitu. Haha. Tapi inshaaAllah tetap ada hikmahnya, kan? xD yaa intinya, sholawat itu benar-benar ajaib teman-teman. Terus banyakin sholawat, di hari jum’at apalagi. Dan dihari-hari lain juga. Entah lagi mau pengen sesuatu, atau kehilangan barang, dll. Yang terpenting niat ikhlas harus tetap ya, untuk bersholawat kepada Nabi Agung kita.
Sekian!

Friday, July 27, 2018

MELUPAKANMU (KPOP)



Katanya, sekali kami mengenal dan terjerumus ke dalamnya sulit untuk keluar dan melepaskan segala tentangnya. Ya, kuakui itu benar adanya. Melupakanmu memang bukan perkara mudah. Tapi juga bukan ketidakmungkinan. Untuk melupakanmu, tak hanya rasa ‘ingin’ yang diperlukan. Tapi butuh tekad, motivasi kuat, dan segudang kegiatan yang bermanfaat. Karena kamu adalah candu yang menggerus ketahanan iman dengan perlahan, maka menghapusmu butuh banyak pengorbanan. 

Kamu itu keren. Mampu menaklukkan banyak hati wanita di muka bumi ini. Tak terkecuali aku di masa lalu. Kamu itu melenakan. Membuat banyak jiwa tak berdaya dan terus mengagumimu. Kamu itu… sebuah dunia yang menawarkan begitu banyak keindahan dan kenyamanan. Membuat wanita terjerat dan terperangkap di dalamnya. Kamu itu mempesona. Dengan paras dan talenta yang kamu miliki. 

Itulah kamu (K-pop). Sebuah bagian dari permusikan di dunia ini yang sedang berusaha aku lupakan. Kamu tidak salah dengan apa yang kamu lakukan. Akulah pelakunya disini. Aku lalai karena memperturutkan rasa  keingintahuanku tentangmu. Aku lupa dengan kodrat diin ku. Aku terus mengikutimu. Sampai aku mengetahui terlalu banyak hal tentangmu. 

 Lalu aku bertanya pada diriku. Apa yang sebenarnya sedang aku cari tahu? Lantas apa yang terjadi jika aku sudah mengetahui semuanya? Menghafal biodatamu, kebiasaanmu, kondisi terkini tentangmu, lalu apa? Pentingkah untuk kehidupanku? Dipertanyakankah di hari akhir nanti?

Aku takut. Pembelaanku bahwa aku hanya menyukaimu sewajarnya akan jadi malapetaka bagi diriku sendiri. Aku mencoba mengelak kalau kamu itu sebuah dosa. Tapi bagaimana dengan fakta bahwa karenamu aku begitu jauh dari-Nya? Karenamu aku lebih sibuk membaca segala tentangmu daripada kisah baginda Rasul kami? karenamu aku habiskan waktu berjam-jam menatapmu, tertawa riang melihatmu  dan melupakan ibadahku? 

Aku malu pada Penciptamu. Betapa aku lebih mencintaimu daripada Dia yang menciptakanmu. Aku malu pada segala nikmat-Nya. Malu pada apa yang Allah titipkan kepadaku. Kesempurnaan tubuh ini, penglihatan, tangan, kaki dan lainnya. Terlalu banyak nikmat yang kita tidak mungkin mampu menghitungnya. Lalu,  bukankah seharusnya semua itu menggiringku pada ketaatan dan bukan pada kesia-siaan? Begitukah caraku mensyukuri nikmat yang melimpah ini? Padahal, semua ini titipan, yang kelak harus berbicara untuk memberi pertanggungjawaban.

 Mungkin aku berlebihan. Meletakkanmu seolah-olah sesuatu yang membahayakan. Tapi inilah yang kurasakan setelah melepasmu. seakan hilang sudah bahaya yang selalu mengikuti. Lega sekali. tidak ada lagi waktu yang terbuang begitu saja dan nikmat yang terabaikan.  Memang awalnya susah tak terhingga. Tapi yakinlah, banyak hal lain yang positif dan membuat candu sedang menantimu. Ia tak akan menyedot waktumu. Ia akan membuat harimu jauh lebih bermakna. Dan menjadikan hidupmu begitu indah untuk dilalui.   

Aku tidak menyesal telah mengenalmu. Malah aku bersyukur pernah melewati itu semua. Karena kamu telah mengajariku banyak hal. Kamu mengajari betapa berharganya waktu, betapa banyak nikmat Allah, dan betapa indah ajaran agamaku ini. Ya, karena kamu aku tahu mana yang dibolehkan sama agamaku dan mana yang tidak. Hmm,  kamu, memang luar biasa. Segala tentangmu, semua terlihat indah.  Tapi maaf kamu bukan untuk kami, para muslimah. : )
               

Saturday, July 7, 2018

SANDAL


                Sebuah benda yang kita pakai di kaki digunakan untuk berjalan. Itulah definisi sandal. Menurut kamus Khansa. Tapi disini kita nggak akan membahas definisi sandal apalagi filosofi sandal. Yang selalu bersama tak bisa bersatu dan  bergerak karena kaki manusia, kalau kata lirik lagu tulus.
                Ditulisan kali ini, aku pingin membagi sedikit hikmah yang mungkin bisa kita renungi dan terapkan di kehidupan  sehari-hari.. Sebenarnya ini kisah singkat banget, dan intinya pun cuman ‘gitu’ aja. Tapi apapun itu, selagi memiliki hikmah, tetap baik untuk dibagikan bukan?  Oke, let’s start it.
                Hari ini adalah hari pertama setelah sekian lama nggak sholat di masjid. Yang kalau terakhir ditanya kapan, jawabannya adalah pas sholat tarawih di hampir hari terakhir Ramadhan. Rasanya sih seperti biasa, tetap menyejukkan dan menentramkan. Masjid memang seasyik itu untuk dikunjungi. Coba saja, kalau lagi suntuk, gelisah, atau stres dikunjungi lagi itu masjid sekitar rumah. InshaaAllah jadi lebih tentram hati kita dan Allah beri juga solusi akan masalah yang menerpa.
Oh ya, back to the topic. Yaa, jadi setelah selesai sholat, aku lipat sajadah, keluar masjid dan pakai sandal. Terus apa istimewanya? Istimewanya adalah pas aku lihat, sandal aku hadapnya kearah berlawanan dari yang sebelumnya. Hmm. Enak kan kita tinggal masukin kaki terus jalan? Aku sih jadi senang gara-gara itu. Coba  kalau posisinya masih sama sepeti waktu datang, pasti kita butuh balik badan dan hadap kanan atau kiri dulu baru jalan. Ribet kan. Enggak juga sih. Berlebihan kalau bergerak segitu dibilang ribet. Tapi karena perbuatan orang tersebut, jadi memudahkan kita bukan?
                Wah, ternyata semudah itu ya berbuat kebaikan. Cukup dengan memudahkan orang lain dengan tindakan kecil, ganjaran pahala balasannya. Kalau kita selalu memudahkan makhluk Allah yang lain, bagaimana Allah tega nggak mempermudah jalan kita? Yakin deh, Allah itu Maha Adil dan Maha Tahu akan segalanya. Nggak harus muluk-muluk kok untuk dilirik sama Allah. Perbuatan baik apapun itu, selagi kita mampu ya lakuin saja. Sama seperti orang yang membenahi sandal di masjid itu, mungkin dia secara spontan atau hanya iseng, bahkan mungkin sudah kebiasaan? Yang jelas ia ringan melakukannya. Berbuat baiklah sebanyak mungkin. Karena nggak ada tolak ukur sebuah perbuatan baik. Apa itu berpahala besar atau berpahala kecil. Pokoknya tetap berbuat baik dengan atau tanpa diketahui orang lain. Dimanapun berada dan diwaktu kapan saja. Dan jangan lelah sama pahitnya kehidupan. Apalagi sama jauhnya jodoh.  Yang udah bulan Syawal tapi belum kelihatan juga. #kayaknyaudahmulaingelantur haha yaudah deh, itu saja intinya. Wassalamu’alaikum!

Tuesday, July 3, 2018

BERHIJRAH



             Sebuah kata yang acap kali kita dengar akhir-akhir ini. Di dengungkan oleh berbagai manusia. Yang katanya sebuah titik balik suatu kehidupan seseorang.  Dimana mereka adalah orang-orang islam yang sebelumnya jauh dari-Nya lalu dengan  mendadak menjadi sangat dekat dengan-Nya. Yang dulunya abai dengan banyak nikmat yang Allah limpahkan, lalu menjadi hamba yang senantiasa bersyukur. Yang mulanya cuek dengan embel-embel syariat islam di berbagai aspek, lalu menjadi hamba yang menjalankan syari’at islam sedemikian tertib.  
                Berhijrah. Sebuah kata yang menurutku lebih seperti beban. Tapi juga sebuah.. pengingat? Ya. Beban dan pengingat. Saat perubahan diraih dan merubah diri kita, manusia lain melihat. Manusia lain berpikir kita sudah jauh dari kejahiliyyahan terdahulu. Padahal, baru awal saja yang kita hadapi. Baru sedikit pemahaman yang kita punya. Namun, sedikit khilaf atau kurangnya ilmu bisa-bisa menjadi bahan penghakiman mereka. Dan sebuah lampu merah yang selalu berada di depan mata. Bukan karena tatapan manusia lain yang mengintai. Tapi kata hijrah itu sendiri yang mengikuti gerak-gerik kita. Bukankah saat memutuskan berhijrah, hati, lisan dan perbuatan sudah kita intruksi untuk tetap dalam takwa kepada-Nya? Itulah pengingat tersebut. Tertanam dalam setiap detak kehidupan.
Berhijrah. Serangkaian niat yang sudah tersusun lalu diterapkan dan dipertahankan. Juga di perbarui setiap saat. Ya. Berhijrah bukan soal membalikkan telapak tangan. Sekejap lalu sudah berbeda. Berhijrah adalah murni hubungan diri terhadap Sang Pencipta, yang dibenahi sedikit demi sedikit dan membawa perubahan dalam ibadah dan menyikapi hidup.
Berhijrah. Hanya Allah yang tahu. Betapa ia berusaha memaafkan diri yang dulu, berdamai dengan hati dan terseok-seok menggapai ridho-Nya. Bukan ia tak pernah jatuh. Merasa terlalu jauh dan dikuasai rasa putus asa. Berpikir untuk berhenti dan  kembali pada masa lalu. Tapi selalu ada yang berusaha menariknya. Yang membuat ia tetap berdiri lagi. Bukan karena dia mampu, tapi tangan Allah yang mengangkatnya kembali. Allah yang menolong dan menunjukkan kebenaran itu. Allah yang memberi kekuatan dan memperteguh keyakinan itu.
Karena hijrah bukan sekali jadi, maka tetaplah berjuang. Karena bukan secepat detak nadi, maka tetaplah bersabar. Hijrah ini selamanya. Sampai akhir yang tidak diketahui. Dipentu nanti, pada tarikan nafas terakhir.